Rumah maya Readinc

Just another WordPress.com weblog

Archive for Juni, 2008

Download komik naruto disini

Posted by readinc pada Juni 27, 2008

http://www.narutochaos.com/

Posted in Dunia Lain | Leave a Comment »

welcome…….member

Posted by readinc pada Juni 26, 2008


Bwt para Readers, Jangan lupa dateng ya…tanggal 13 Juli besok kita ada event bareng kru and member di Readinc..
ya kita kumpul2 aja sambil Rujakan dan ngomongin soal buku..
lewat forum ini, Readers bebas memberikan unek-uneknya ke para kru Readinc

Posted in Woro-Woro | Leave a Comment »

even lagi nih..

Posted by readinc pada Juni 26, 2008

Bengkel Penulisan Jakarta Book Fair 2008

Agenda GagasMedia-Bukuné yang satu ini memang nggak ada matinya deh! Yap, Bengkel Penulisan Remaja adalah satu wadah tentang penulisan yang sayang banget kalo kamu lewatin begitu aja.

Pada Jakarta Book Fair 2008 yang akan berlangsung sejak tanggal 28 Juni-06 Juli di Gelora Bung Karno, Istora Senayan, redaksi GagasMedia-Bukuné juga akan menggelar Bengkel Penulisan Remaja lho. Di Bengkel Penulisan ini, kamu-kamu bisa mengungkapkan segala masalah yang berkaitan sama dunia tulis-menulis. Misalnya saja, bagaimana cara menggali ide saat akan menulis, seperti apa struktur sebuah tulisan, atau bagaimana cara membuat karakter seorang tokoh.

Nggak itu aja sih, di Bengkel Penulisan Remaja ini pula, kamu yang punya naskah atau tulisan bisa sekalian dibawa. Pokoknya semua permasalahan tulisan kamu itu, bakal kita bongkar bareng di Jakarta Book Fair! Seru kan??? Makanya, buruan catat deh agendanya!

Bengkel Penulisan Remaja
Hari/tanggal: Kamis, 03 Juli 2008

Sesi I
Pukul: 16.00-18.00 WIB
Tema: Penulisan Fiksi & Nonfiksi untuk buku remaja
Pembicara:
– Christian Simamora (penulis Shit Happens-GagasMedia)
– Valiant Budi (penulis Joker-GagasMedia)
– Dewi Fita (penulis The Food Traveler’s Guide- Bukuné)
– Rizal Khadafi (penulis 28 Hari Mendapatkan Pacar- Bukuné)
Tempat: Stand GagasMedia-Bukuné
Moderator: Resita (redaksi GagasMedia)

Sesi II
Pukul: 18.30-21.00 WIB
Tema: Menembus Penerbit
Pembicara:
– Christian Simamora (penulis Shit Happens-GagasMedia)
– Valiant Budi (penulis Joker-GagasMedia)
– Dewi Fita (penulis The Food Traveler’s Guide- Bukuné)
– Rizal Khadafi (penulis 28 Hari Mendapatkan Pacar- Bukuné)
Tempat: Stand GagasMedia-Bukuné
Moderator: Resita (redaksi GagasMedia)

Posted in Dunia Lain | Leave a Comment »

info baru..

Posted by readinc pada Juni 26, 2008

Agenda Jakarta Book Fair 2008

Jakarta Book Fair 2008 is back! Yap, salah satu event perbukuan terbesar ini bakal digelar lagi di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta pada tanggal 28 Juni – 05 Juli 2008 mendatang.

Nah, berkaitan dengan Pesta Buku Jakarta ini, GagasMedia dan Bukuné nggak mau ketinggalan untuk ikut serta memeriahkan event tersebut. Sejumlah acara yang pastinya asyik dan seru, udah dipersiapkan oleh Redaksi GagasMedia dan Bukuné. Nggak percaya??? Liat aja agendanya di bawah ini!

Jumat, 04 Juli 2008

Pukul: 10.00-12.00 WIB
Agenda: Menulis Novel Romantis
Pembicara: Christian Simamora (Penulis novel Boylicious, Cokelat Stroberi, Shit Happens-GagasMedia)
Tempat: Stand GagasMedia-Bukuné
Moderator: Alit (Redaksi GagasMedia)

Pukul: 13.30-15.30 WIB
Agenda: Buku Kuliner
Pembicara: Dewi Fita (Penulis The Food Traveler’s-Bukuné) & Anisa Anindhika (Penulis Kencan Jakarta-GagasMedia)
Tempat: Stand GagasMedia-Bukuné
Moderator: Ninish (Redaksi GagasMedia)

Pukul: 16.00-18.00 WIB
Agenda: She Says/He Says
Pembicara: Dilla Ariestiani (Penulis Lagi-lagi Tentang Cowok-GagasMedia) & Rizal Khadafi (Penulis 28 Hari Mendapatkan Pacar-Bukuné)
Tempat: Stand GagasMedia-Bukuné
Moderator: Valiant Budi (Redaksi GagasMedia)

Pukul: 16.00-18.00 WIB
Agenda: Talkshow novel An Affair to Forget
Pembicara: Armaya Junior (Penulis An Affair to Forget-GagasMedia)
Tempat: Panggung Utama Jakarta Book Fair 2008
Moderator: Adit (Radio OZ)

Pukul: 18.30-20.30 WIB
Agenda: Talkshow novel The Maling of Kolor
Pembicara: Roy Saputra (Penulis The Maling of Kolor -Bukuné)
Tempat: Stand Bukuné
Moderator: Tata (Redaksi Bukuné)

Posted in Dunia Lain | Leave a Comment »

Readinc lagi cari nih buku…

Posted by readinc pada Juni 26, 2008

Posted in Woro-Woro | Leave a Comment »

BUku Baru…

Posted by readinc pada Juni 26, 2008

BUKU BARU GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA

26 Juni 2008

 

 

 

HE LOVES ME, HE LOVES ME NOT

 

Elcy Anastasia

 

Teenlit; GM 31008025; ISBN 978-979-22-3844-0; 13,5×20 cm; 176 hlm;

 

Rp27.000

 

 

Lala dan Alex sudah berteman sejak kecil. Tapi entah sejak kapan, mereka jadi selalu berantem dan saling cela. Mereka bahkan punya julukan satu sama lain: Lalat buat Lala dan Jelek buat Alex. Herannya mereka tetep bisa berteman tuh.

 

 

Sialnya, ortu mereka malah menganggap hubungan mereka “terlalu dekat dan bikin risi”. Maka rencana pertunangan pun disusun. Alex dan Lala tentu aja menolak mentah-mentah. Tapi niat ortu mereka sudah mantap dan nggak ada yang bisa mereka lakukan untuk membatalkan rencana itu.

 

 

Eh, masa sih nggak ada? Lala tiba-tiba punya ide cemerlang: Dia harus cari pacar! Kalo dia udah dapet pacar, ortunya nggak mungkin maksa dia tunangan sama Alex. Pucuk dicinta ulam tiba, Revan tau-tau ngirim bunga buat dia! Hmm… anak band, ganteng, kaya pula. Not bad, lah. Tapi kenapa si Jelek tau-tau jadi manis sikapnya? Gawat! Jangan-jangan… jangan-jangan dia MAU tunangan sama Lala? Aduuuuuh… pusiiinggg!

 

Posted in Apresiasi & Resensi | Leave a Comment »

BOOK LIFE STYLE

Posted by readinc pada Juni 26, 2008

Bangun citra lewat perpustakaan pribadi


Koleksi mereka beraneka ragam. Mulai dari buku manajemen hingga filsafat. Tersusun rapi di suatu tempat yang mereka namakan perpustakaan pribadi. Para kutu buku kini tidak lagi identik dengan wajah-wajah serius berkacamata tebal. Di mal-mal saat hari libur, bersama dengan keluarga, sejumlah eksekutif dengan kemeja trendi, kasual, dan potongan rambut spike sibuk mencermati buku-buku, memilih, dan membawanya pulang untuk menambah koleksi di rumah. Mengoleksi dan membaca buku menjadi satu keasyikan tersendiri buat kalangan eksekutif. Bahkan buku punya makna khusus bagi mereka. Tak heran koleksi tersebut disimpan bak barang berharga. Di mana lagi kalau bukan di perpustakaan pribadi. Semua itu lantaran minat baca yang tinggi.


Bagi Richard Santosa, General Manager PT Astra International Tbk, yang juga peraih penghargaan The Best Investor Relation dari sebuah majalah asing dan lokal pada 2005, membaca adalah kebutuhan hidup yang harus dipenuhi dalam kondisi apapun. “Karena dengan banyak membaca saya menjadi lebih enak berbicara dengan para investor maupun relasi kerja saya,” katanya. Richard merupakan salah satu contoh saja dari kalangan eksekutif yang ‘gila’ membaca meski kesibukannya seabrek. Bagi mereka aktivitas itu menjadi ringan lantaran sudah dinggap sebagai hobi.


Hobi membaca, menurut Presdir PT Nyonya Meneer Charles Saerang, banyak membantunya dalam menjalankan karir sebagai pimpinan di perusahaan jamu yang cukup besar di Indonesia itu. Selain bisa meningkatkan pengetahuan, dia merasa betul hobi tersebut membuatnya lebih percaya diri saat berhadapan dengan tokoh penting. “Agar saya tidak ketinggalan zaman, dan bisa mengimbangi pembicaraan mereka,” kata Charles yang ketika sarapan selalu menyempatkan membaca 10 surat kabar. Untuk memperbanyak koleksi bukunya, Charles mengaku menghabiskan dana hampir Rp100 juta per tahun.

Bagi bos Nyonya Meneer itu, berburu buku tidak cukup dilakukan di Tanah Air. Beberapa negara tetangga dan Eropa biasanya menjadi target pencarian eksekutif tersebut. “Meskipun harganya jauh lebih mahal, namun biasanya buku mereka lebih berkualitas, dan juga isinya lebih aplikatif.”

 

Untuk diwariskan

Lantaran hobinya itu, koleksi buku Charles sudah mencapai 20.000 buah yang tersimpan rapi di perpustakaan pribadinya. Buku-buku tersebut dikumpulkannya sejak masih kuliah di Business School Miami University, Oxford, Ohio, AS pada 1976. Karena kecintaannya pada buku, cucu Nyonya Meneer ini mengaku bisa menghabiskan satu buku dengan ketebalan 450 halaman dan berbahasa Inggris dalam satu hari.

Jenis buku yang disukai pria beranak dua ini adalah nonfiksi, dari mulai soal ekonomi, pemasaran, dan kisah sukses seseorang yang sering dilahapnya untuk menambah pengetahuan. “Saya kurang senang dengan buku yang fiction, karena biasanya boring dan tidak realistis,” tutur pria asal Semarang ini. Tak ada dalam benak Charles untuk melepas koleksi kesayangannya itu. Kalau toh perpustakaan pribadi tak mampu lagi menampung, dia berniat memuseumkan ribuan bukunya tersebut, atau mewariskannya kepada orang lain. “Saya berniat untuk mewariskan buku-buku ini kepada mahasiswa dan pegawai saya,” ujar eksekutif puncak yang selalu mengajak para mahasiswanya untuk mendiskusikan buku-buku yang dia beli.


Jika Charles hafal berapa dana yang dikeluarkan, David Ross, Presdir PT Fonterra Brands Indonesia, justru tidak mematok anggaran tertentu untuk membeli buku yang tersimpan di perpustakaan pribadinya. “Saya tidak pernah mematok budget untuk membeli buku. Biasanya, jika saya melihat dan suka dengan buku itu, maka akan langsung saya beli,” ujarnya. Selain menambah wawasan, Ross menganggap buku sebagai ‘obat penenang’ diri saat rutinitas membuatnya lelah. “Bagi saya, ini seperti penyegaran, saat kesibukan telah menyita konsentrasi dan keseharian saya.” Nama pengarang buku bukan hal utama bagi dosen mata kuliah kebijakan bisnis (business policy) di Universitas Diponegoro jurusan Administrasi Niaga ini. Bagi Ross, yang terpenting adalah isi dan bagaimana sisi aplikatif yang bisa diserap dari buku tersebut. Dia pun bercita-cita memiliki perpustakaan pribadi agar koleksi bukunya yang kini sudah mencapai ratusan tersimpan rapi di suatu tempat yang khusus. Sayangnya Ross tidak menjelaskan kapan hal itu akan diwujudkan.

Jika Charles tidak menyukai buku fiksi, Ross justru bersikap sebaliknya. Dia mengaku mencintai buku fiksi, selain misteri yang dianggapnya memiliki daya tarik tersendiri. Meskipun mengaku bukan kolektor buku, namun Ross mengaku selalu menghabiskan waktu senggangnya dengan membaca semua jenis buku yang disukainya. Karena jadwal pekerjaannya yang padat, koleksi Ross bisa jadi tidak sebanyak eksekutif penggila buku lainnya. “Mungkin sekitar ratusan saja, dan itupun sampai saat ini belum saya kumpulkan secara khusus dalam sebuah perpustakaan pribadi.”

Yang jelas, para eksekutif tersebut sependapat bahwa waktu yang paling memungkinkan untuk membaca buku adalah pada akhir pekan, Minggu dan hari libur. Namun, untuk keseharian banyak yang memilih menjelang tidur malam atau setelah bangun pagi.


Bisa pula membaca saat berada di mobil sembari menuju tempat pertemuan.

Tak beda dengan Charles maupun Ross, Richard juga mengalokasikan dana khusus untuk membeli buku. Jumlahnya berkisar Rp500.000 hingga Rp1 juta per bulan. Tapi bisa berkurang juga kalau dalam satu bulan tidak banyak buku yang dibeli.

Para eksekutif sering memanfaatkan libur hari Sabtu dan Minggu untuk berburu buku. Perburuan di toko buku dilakukan bersama keluarga atau sendirian saat menunggu istri atau anak mereka berbelanja di mal. Ibnu Tadji H.N, Presdir PT Emerson Communications Consultant, misalnya, kerap bersibuk ria di toko buku sambil menunggu istri dan anaknya berbelanja. Selain itu, jika bepergian ke luar kota atau ke luar negeri, dia juga tidak lupa mencari toko buku dan memborong buku bacaan yang dianggap paling menarik untuk oleh-oleh buat sang istri tercinta dan tiga anaknya. Pasalnya, para kutu buku kerap menularkan hobinya membaca kepada segenap anggota keluarga di rumah, sehingga hubungan antarmereka pun lebih harmonis.

Bagi eksekutif, kini buku bukan hanya sebagai sebuah gudang ilmu, namun juga aset bagi masa depan mereka.

 

(Sumber : http://www.bisnis.com)

Posted in Dunia Lain | Leave a Comment »

sosok

Posted by readinc pada Juni 26, 2008


Seringkali orang menganggap sains dan sastra adalah dunia yang terpisah, bagai minyak dan air. Orang melihat sains sebagai bidang yang dingin, begitu mengagungkan fakta dan logika. Ada batasan dan aturan yang jelas dan kaku dalam sains. Sebaliknya, sastra dianggap sebagai bidang yang lebih mengedepankan imajinasi. Keliaran ide seorang sastrawan membuat sebuah karya sastra mengembara ke dunia antah berantah, penuh gelora, seringkali melintasi batas yang memang sudah tak jelas dan kerap kali tak tunduk pada logika umum yang berlaku.

 

Benarkah kedua dunia tersebut memang benar terpisah ? Orang mungkin mengenal karya-karya science fictions yang bisa mendamaikan kedua dunia tersebut, seperti karya-karya Michael Crichton. Jauh sebelum Michael Crichton, ada sosok yang juga mampu menggabungkan dunia sains dan sastra. Nama orang itu adalah H.G. Wells.


Siapa Wells?


Dia putra sepasang suami istri dari kelas pekerja. Sepertinya Wells ditakdirkan akan menjadi buruh rendahan juga seandainya saja ia tidak memenangkan beasiswa ke Normal School of Science – sekarang dikenal sebagai Imperial College di London.
Salah satu pendiri Normal School of Science adalah Thomas Huxley – kakek penulis Aldous Huxley dan biolog Julian Huxley. Kita mungkin kenal Thomas Huxley dari julukannya, ‘Bulldog Darwin’, karena ia merupakan salah seorang pendukung Darwin paling keras dan paling setia.


Selain seorang biolog, Huxley juga merupakan seseorang dengan prinsip-prinsip sosial yang cukup revolusioner pada zamannya. Ia mendorong emansipasi perempuan dan kulit berwarna untuk ikut belajar di perguruan tinggi. Normal School of Science menerima mahasiswi-mahasiswi perempuan, ketika perguruan-perguruan tinggi lain di zamannya sebagian besar masih menolak kehadiran perempuan. Wells sangat mengagumi Huxley sang mentor. Banyak pandangan Wells yang tampaknya diserapnya dari Huxley. Di perguruan tinggi itu, Wells mempelajari biologi dan lulus dengan nilai memuaskan. Ia sebenarnya hendak menjadi guru, namun karir mengajarnya itu tamat akibat ginjalnya cedera setelah ia tertendang oleh muridnya dalam pertandingan sepakbola. Dan sejak saat itulah karir menulis Wells dimulai.


Uniknya, Wells tidak lantas berhenti dari dunia sains. Malah latar belakang pendidikan sainsnya itulah yang menyebabkan ia mampu menghasilkan karya-karya sastra yang hebat.
Wells memang terkenal berkat karya-karyanya yang saat ini digolongkan sebagai ‘science fiction‘, seperti War of the Worlds, The Invisible Man, The First Man in the Moon, The Island of Doctor Moreau, dan lain sebagainya. Percaya atau tidak, karya yang dihasilkan Wells lebih dari sekedar sebuah karya sastra.

 

Tengoklah bagaimana War of the Worlds adalah sebuah peringatan bagi keangkuhan manusia. Betapa kecilnya manusia sebenarnya dibandingkan alam ini. Dan betapa hebatnya akhir yang diberikan Wells, tak seperti film-film Hollywood yang biasanya menyerahkan penyelamatan Bumi kepada segelintir orang Amerika – justru makhluk-makhluk kecil yang sering dianggap remehlah yang menghancurleburkan para penyerbu dari Mars.

 

 

The Invisible Man dianggap sebagai salah satu perwujudan pembahasan nilai-nilai nietszchian pertama di Inggris. Bahkan Wells adalah orang pertama di Inggris yang memberikan perhatian serius pada Nietszche!

Dalam The Sleeper Wakes, ia menggali apa yang mungkin terjadi ketika kapitalisme meraja sehingga justru mengarah pada totalitarianisme.

Wells tidak hanya menulis science-fiction. Ia juga menulis buku-buku daras biologi (gelar doktornya diperolehnya dalam bidang biologi). Ia juga seorang pengamat dan pemerhati sosial, dan sejumlah buku (termasuk novel) yang ditulisnya sesungguhnya bertema sosial, yang menyuarakan dukungannya terhadap orang-orang yang tersingkir dan keyakinan Wells akan sosialisme. (Wells bahkan pernah beranggapan bahwa dirinyalah satu-satunya sosialis sejati yang tersisa di dunia.). Perhatian Wells akan nasib rakyat ini membuatnya menjadi penghubung generasi antara Charles Dickens dan George Orwell. Beberapa novel Wells yang mengusung tema sosial adalah Ann Veronica (emansipasi perempuan, kebebasan perempuan untuk memilih); Kipps (perjalanan hidup seorang anak miskin, nyaris terasa otobiografis) ; Love and Mr Levisham; The New Machiavelli; dan lain sebagainya.


Wells juga produktif sekali menulis cerpen. Banyak di antara cerpennya yang benar-benar merupakan terobosan. Ada yang bertema religi, sains, sosial, dan sebagian di antaranya bahkan mengantisipasi lahirnya genre ‘magic-realism‘ .


Wells juga seperti seorang ‘peramal’, yang berkat ketajamannya mengamati sains dan perkembangan sosial dapat ‘meramalkan’ temuan-temuan manusia di masa depan, seperti pesawat, perjalanan ke Bulan, dan lain sebagainya. Ia juga berulang kali mengutarakan
visinya tentang kemungkinan pecahnya perang dunia di masa depan. Namun Wells dilanda kebingungan tersendiri. Ia percaya teknologi bisa menyelamatkan manusia, tapi pantaskah manusia diselamatkan? Ia hidup cukup lama untuk menyaksikan ‘ramalan-ramalan’ -nya menjadi kenyataan: mesin-mesin perang, pesawat-pesawat tempur, perang
besar-besaran
. Pemikiran-pemikiran Wells masih tetap relevan sampai sekarang.

 

Paparan panjang lebar ini sedikit banyak bisa memaparkan bukti bahwa dalam diri Wells, sastra, sains, dan bidang-bidang lain bukanlah hal yang perlu dipertentangkan atau dikotak-kotakkan dengan tajam. Semua bidang yang digeluti Wells justru membangunnya menjadi seseorang yang serbabisa, tajam, cerdas, dan berwawasan luas.


Hasil karyanya melimpah ruah. Dalam dua puluh tahun terakhir hidupnya saja, ada sekitar 40 buku dengan berbagai subjek yang dihasilkannya. Setidaknya ada 150 buku dan pamflet yang telah ditulisnya.

 

(dikumpulkan dari berbagai sumber)

Posted in Sosok | Leave a Comment »

tetralogi Laskar pelangi

Posted by readinc pada Juni 26, 2008

Pramoedya Ananta Toer adalah sebuah nama besar dalam dunia sastra. Karya-karya besarnya seperti tetralogi pulau buru membuatnya sempat dinominasikan menjadi salah satu calon pemenang nobel sastra. Saat ini, Pram sudah tak ada lagi, meninggalkan karyanya yang luar biasa. Namun, dunia sastra Indonesia terkesima ketika seorang pemuda yang mengaku tak punya latar belakang sastra, menggebrak melalui karyanya. Tidak tanggung-tanggung, dia langsung membuat tetralogi. Sontak orang mulai membandingkannya dengan Pramoedya. Apalagi kualitas tulisannya mampu membuat banyak orang berdecak kagum. . “Menyentuh…” kata Garin Nugroho. “Mengharukan…” kata Korrie layun Rampan. “Menarik…” komentar Sapardi Djoko Damono. “Kemelaratan yang indah…” tulis Tempo. ”Novel tentang dunia anak-anak yang mencuri perhatian…” puji Gatra. Karya pemuda ini memang luar biasa, begitu membumi, sederhana, lucu, menggemaskan, sekaligus mengharukan. Cara berceritanya juga sangat detail karena keinginan sang penulis untuk memberikan kesan filmis pada orang yang membaca buku-bukunya. Pemuda itu bernama Andrea Hirata Seman dan tetraloginya diberi nama tetralogi Laskar Pelangi.

 

Tetralogi Laskar Pelangi bercerita tentang perjalanan seseorang bernama ikal semenjak kecil hingga menyelesaikan pendidikannya di Perancis. Orang bisa dengan mudah menebak bahwa tetralogi ini adalah sebuah memoir pribadi sang penulis yang seorang cum laude dari Sheffield Hallam University, Inggris dan Universite de Paris Sorbonne. Di dalam karya yang didekasikan untuk para gurunya ini, Andrea memang bercerita tentang perjalanan hidupnya. Bagian pertama dari tetralogi ini berjudul Laskar Pelangi yang becerita tentang masa kecil si ikal bersama teman-temannya yang menyebut dirinya laskar pelangi dan tinggal di pulau Belitong nan kaya akan timah. Buku ini dirilis sejak September 2005 dan berkali-kali mengalami cetak ulang. Buku keduanya yang berjudul Sang Pemimpi menceritakan masa-masa remaja ikal di SMA Belitong. Buku keduanya juga luar biasa larisnya hingga harus cetak ulang dalam waktu 3 minggu setelah dirilis. Buku ketiganya baru saja dirilis bulan Juni 2007 dengan judul Edensor. Bagian ketiga ini berkisah tentang perjuangan si ikal bersama teman dan sepupunya, si Arai dalam menempuh pendidikannya di benua Eropa. Tetralogi ini belum berakhir karena bagian terakhirnya masih dalam tahap pengerjaan. Rencananya, buku keempat Andrea akan diberi judul Maryamah Karpov.

 

Garis besar Tetralogi Laskar Pelangi ini adalah sebagai berikut :

 

Novel Pertama – Laskar Pelangi adalah sekumpulan anak yang lahir dan tumbuh di sebuah pulau kaya timah di negeri Indonesia. Namun, pulau yang semestinya kaya raya itu ternyata justru miskin tidak hanya dari sisi ekonomi, melainkan juga pendidikan. Di tengah-tengah keterbatasan fasilitas, anak-anak itu ternyata memiliki semangat belajar yang luar biasa tingginya.Laskar Pelangi, begitulah Bu Mus menjuluki anak-anak didiknya. Harapannya, anak-anak didiknya itu akan bisa memberikan warna indah dunia selayaknya pelangi. Dan nama adalah doa. Meski tidak semua, ada juga anggota Laskar Pelangi yang bisa mendapatkan prestasi luar biasa dan membanggakan.

Novel Kedua – Sang Pemimpi hadir dengan kisah-kisah sederhana. Namun dari kesederhanaan inilah pembaca akan disadarkan bahwa kemiskinan dan berbagai hambatan yang membelit cita-cita seseorang bukanlah alasan untuk berhenti bermimpi. Selain itu Melalui rangkaian kisah-kisah dalam buku ini baik yang filosofis, menyentuh bahkan menggelikan akan terlihat secara jelas betapa dashyatnya tenaga mimpi dari tokoh-tokohnya sehingga membawa mereka untuk terus berjuang menaklukkan berbagai rintangan- yang mereka hadapi untuk mewujudkan mimpi mereka.

“Kita akan sekolah ke Perancis, menjelajahi Eropa sampai ke Afrika! Apapun yang terjadi!”

 

Novel ketiga – Edensor bercerita tentang petualangan Ikal dan Arai di Eropa. Setelah berhasil memperoleh beasiswa ke Perancis. Ikal dan Arai mengalami banyak kejadian yang orang biasa sebut sebagai kejutan budaya. Banyak kebiasaan dan perabadan Eropa yang berlainan sama sekali dengan peradaban yang selama ini mereka pahami sebagai orang Indonesia., khususnya Melayu.Didalam buku ini juga Ikal dan Arai kembali menuai karma akibat kenakalan-kenalan yang pernah mereka lakukan semasa kecil dan remaja dulu. Pembaca akan dibawa ke dalam petualangan mereka menyusuri Eropa dengan berbagai pengalaman yang mencengangkan, mencekam, membuat tebahak sekaligus berurai air mata.

Aku Ingin hidup!, Ingin merasakan sari pati hidup!

 

Maryamah Karpov, ini buku terakhir dari Tetralogi Laskar Pelangi. Dengan satirenya yang khas, ironi yang mengelitik dan intelejensia yang meluap-luap namun membumi, Andrea berkisah tentang perempuan dari satu sudut yang amat jarang diekspos penulis Indonesia dewasa ini.

 

Posted in Apresiasi & Resensi | Leave a Comment »

fenomena Teenlit

Posted by readinc pada Juni 26, 2008

Pernah denger nggak orang nyebut istilah teenlit ? Yap, Untuk remaja, kayaknya istilah itu sudah tidak asing lagi. Teenlit adalah genre baru novel yang sedang booming saat ini. Contohnya yang model-model kayak Dealova, Fairish, Me Vs High Heels, Fashionista dll yang udah mulai banyak diangkat ke layar lebar ataupun dikemas dalam versi serial TV. Tapi sebenernya, sejauh mana sih kamu tahu soal Teenlit ? Yuk, kita cari tau sedikit mengenai teenlit ini.

 

THE STORY BEGIN

 

Sesuai namanya, teenlit atau teenage Literature banyak bercerita soal kehidupan remaja. Cerita – cerita yang diangkat kebanyakan adalah gambaran kehidupan keseharian remaja kota besar seperti problematika cinta, persahabatan dan kehidupan sekolah. Alurnya ringan dan sederhana dengan gaya bahasa gaul yang jauh dari bahasa baku seperti yang dilihat pada novel-novel karya Hamka atau penulis karya sastra “berat” lainnya. Karena itulah banyak remaja yang bilang, “teenlit itu gue banget deh !“. Jadi, nggak heran khan kalo novel-novel teenlit jadi buku-buku best seller yang diserbu remaja Indonesia. Kalo kamu lagi ke toko buku, coba aja liat berapa banyak judul buku yang bergenre teenlit ini. Cara ngenalinnya gampang, karena biasanya cover depan teenlit didesain full color (kebanyakan dengan warna-warna pastel) dengan gaya-gaya vector art dan judul yang remaja banget.

Menurut editor penerbit Gagas Media, Denny Indra S, buku-buku jenis ini menjadi populer karena tidak dibebani misi macam-macam. ”Tidak ada struktur cerita yang kompleks, perenungan mendalam, atau gagasan tertentu yang ingin disampaikan.” tuturnya. ”Chicklit dan teenlit lebih menyerupai catatan harian yang dinovelkan.”

Namun, lain pendapat Siska Yuanita, copy editor Gramedia. Penerbit ini juga banyak menelurkan chicklit yang laku keras di pasar. Menurut Siska, keberhasilan chicklit tidak tergantung pada berat atau ringannya bobot gagasan yang ingin disampaikan. ”Semua itu masalah cara penyampaian. Gagasan yang berat sekalipun, jika disampaikan secara ngepop, akan terasa ringan,” jelasnya.

Apapun itu, teenlit telah menjadi fenomena baru yang sedang in di kalangan remaja Indonesia.

 

DUNIA TEENLIT

 

Fenomena teenlit ini nggak hanya ada di Indonesia loh ! Di dunia, novel-novel dengan genre baru ini juga udah mulai booming. Bermula dari genre novel baru yang disebut sebagai chicklit (apaan lagi tuh ? ntar deh dijelasin) yang dipelopori oleh Bridget Jones Diary karya Helen Fielding. Buku ini meledak di pasaran dan Percaya atau nggak, kabarnya buku ini udah menghasilkan lebih dari US $71 juta !! (Sumber : ABCNews). Angka yang cukup fantastis untuk sebuah buku. Novel ini juga sempat diadaptasi ke versi layar lebar dengan judul yang sama dan dibintangi oleh aktris Renee Zelweger. Film ini dan sekuelnya masuk ke dalam jajaran film box office dan sempat nangkring ke dalam nominasi golden globe. Sejak itu, Chicklit dan anak turunnya seperti teenlit mulai mewabah di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ratusan judul buku teenlit sudah beredar di pasaran, termasuk juga karya-karya terjemahan dari penulis luar negeri. Teenlit sebenarnya bukan barang baru bagi dunia sastra Indonesia. Novel Olga karya Hilman Hariwijaya yang laku keras pada awal 90-an, misalnya, dapat digolongkan ke dalam genre teenlit. Olga bercerita tentang kehidupan sehari-hari seorang siswi SMA bernama Olga dan masalah-masalahnya.

Penyajian Olga ringan, menghibur dan dengan gaya bahasa yang tidak formal. Persis seperti teenlit sekarang. ”Tapi sejak hilangnya Hilman, praktis kita tidak mengenal lagi karya-karya sejenis,” tutur Hikmat Kurnia, salah satu pendiri Gagas Media.

Hebatnya, Penulis – penulis teenlit ini banyak yang masih remaja. Dyan Nuranindya misalnya, menulis Dealova semenjak dia masih duduk di kelas II SMP. Gisantia Bestari, penulis Cinta Adisti membuat karyanya itu saat dia masih duduk di kelas 1 SMP. Maria Adelia juga menulis Me Vs High Heels saat dia masih berumur 16 tahun. Selain itu, masih banyak remaja-remaja lain yang telah sukses menulis novel teenlit mereka dan laris manis di pasaran. Hebat khan ?! Keberhasilan penulis-penulis muda itu menyulut motivasi remaja-remaja yang lain untuk mulai menulis dan membuat karya mereka sendiri. Jadinya, menulis udah jadi tren baru di kalangan remaja sekarang. Orang-orang bahkan mulai melihat fenomena ini sebagai gelombang baru sastrawan-sastrawan muda Indonesia. Fiuuhh, keren khan ?!

 

 

TEENLIT & THE GANG

 

Seperti yang udah disebutin, teenlit awalnya lahir dari jenis sastra populer yang disebut chicklit. Chicklit atau Chick Literature sendiri adalah jenis sastra baru yang mengawali jenis genre baru yang bercerita soal perempuan dan kehidupannya. Gaya penceritaannya ringan, kontemporer, menggunakan gaya bahasa sehari-hari dan menceritakan pengalaman hidup sehari-hari dari sudut pandang seorang perempuan. Beberapa pihak meyakini bahwa chiclit awalnya lahir di Inggris dan kemudian menyebar sampai ke Amerika dan dunia. Bridget Jones Diary adalah satu chicklit yang sangat sukses di dunia dan mengawali booming chicklit di dunia. Di Indonesia, sudah banyak juga novel-novel chicklit karya anak bangsa seperti Cintapuccino yang laku keras di pasaran.

Setelah chicklit, timbul jenis-jenis sastra populer lainnya yang salah satunya adalah teenlit. Dibandingkan dengan chicklit, teenlit lebih diperuntukkan buat remaja. Sesuai namanya, Teenlit memang menulis tentang sisi-sisi kehidupan remaja. Isinyapun ditulis dengan gaya remaja karena memang teenlit diarahkan untuk kaum remaja usia SMP-SMA. Meski begitu, sebenernya batas umur tidak benar-benar mutlak ada. Terkadang buku yang menceritakan tokoh anak kuliahan juga bisa digolongkan ke dalam salah satu genre karya sastra populer ini. Orang biasanya lebih melihat isi dan cara penulisannya untuk melihat apakah suatu karya tulisan bisa disebut teenlit atau tidak. Jika diperhatikan, kebanyakan tokoh utama dalam teenlit adalah seorang cewek ABG. Isinya pun menceritakan bagaimana kehidupan seorang cewek remaja belia yang menghadapi masalah-masalah khas cewek. Teenlit sebenarnya memang awalnya lahir dan diperuntukkan untuk para remaja cewek. So, kalau ada pertanyaan apakah teenlit bacaannya cewek ? mungkin ada benarnya juga. Tapi, bukan berarti teenlit nggak boleh dibaca cowok. Banyak juga kok cowok yang suka baca teenlit. Selain itu, seringkali juga teenlit bercerita tentang kehidupan remaja secara umum, nggak hanya melulu soal cewek aja.

Selain Chiclit dan teenlit, ada juga yang disebut ladlit. Nah, yang ini lebih banyak mengacu pada cowok. Gaya penceritaan dan sudut pandangnya pun relatif cowok banget dengan segala permasalahannya. Salah satu contohnya seperti Kambing Jantan dan Lupus-nya Hilman Hariwijaya. Sama seperti chicklit dan teenlit, ladlit juga mengangkat kehidupan keseharian dengan gaya bahasa gaul dan cerita-cerita yang ringan menghibur.

 

KONTROVERSI DI BALIK TEENLIT

 

Keberhasilan teenlit masuk ke jajaran buku laris Indonesia ternyata juga menimbulkan banyak komentar dan perdebatan dari berbagai pihak. Bahkan orang mulai mempertanyakan apakah teenlit ini bisa disebut sebagai karya sastra ?? nah lo !!

Beberapa orang memang memandang sinis terhadap teenlit. Menurut mereka, teenlit hanyalah sebuah karya sampah yang hanya menjual mimpi. Isi dan alurnya dianggap terlalu dangkal dan pesan moral yang diberikan hampir tak ada. Kalaupun ada, terkesan agak dipaksakan. Mereka menyamakan teenlit dengan sinetron-sinetron kita sekarang yang katanya juga terlalu banyak menjual mimpi dan nggak membumi. Bahkan suatu media dengan terang-terangan mengulas bahwa membaca teenlit itu useless, tak ada gunanya.

Wuihh, serem juga khan ?!!

Kenapa bisa begitu ya ?!

Ada yang mensinyalir bahwa semua itu tak lepas dari asal-usul teenlit sendiri. Pada awalnya booming teenlit memang berasal dari luar negeri. Banyak karya-karya penulis luar negeri yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa kita. Isinya tentu tentang kehidupan remaja di luar negeri sono, sesuai dengan karakter dan budaya dimana novel itu dibuat. Nah, seperti yang kita tau, kehidupan di luar negeri sama di Indonesia tentunya beda banget. Di sana mungkin ciuman, pesta, atau bahkan mungkin seks sudah menjadi hal yang biasa. Remaja dengan mobil pribadi, liburan ke luar negeri atau mungkin belanja barang-barang bermerk juga bukan sesuatu yang luar biasa sekali. Nah, menurut Gita Romadhona, Mahasiswa UI yang pernah meneliti soal ini, gaya-gaya kayak gitu ternyata diadopsi dan ditiru oleh penulis-penulis Indonesia yang belakangan banyak bermunculan. Akibatnya, cerita-cerita dalam teenlit dianggap nggak membumi.

Wahh, apa bener seserem itu sih ?!

Kalau kita coba melihat isi teenlit, sebenernya nggak seserem itu. Ada juga buku-buku teenlit yang memang benar-benar menawarkan alur dan cerita menarik. Karakter dan tokohnya bisa digambarkan dengan begitu detail, yang tidak semua orang bisa melakukannya. Sisi kehidupan dan pesan-pesan moral juga coba dimunculkan penulisnya meski dengan cara yang tidak biasa. Mungkin cara pandang seperti itulah yang membuat orang memberi persepsi yang negatif pada Teenlit. Yang jelas, teenlit telah memberi warna baru bagi dunia sastra dan buku Indonesia. Dimana-mana kita udah biasa ngeliat remaja-remaja Indonesia yang menenteng teenlit atau membacanya sambil bercanda dengan teman. Teenlit tak ubahnya seperti camilan, ringan, renyah, menghibur dan memeriahkan suasana. Tidak semua orang bisa menikmati bacaan-bacaan atau sastra berat yang membutuhkan pemikiran yang mendalam. Kadang kala, orang juga perlu sesuatu yang lebih ringan, fun tapi tetep meriah. Apalagi dunia remaja yang katanya penuh keceriaan pastinya lebih condong ke arah sesuatu yang lebih ceria. Disitulah teenlit masuk ke dalam dunia remaja. Dibuat oleh remaja, dengan gaya remaja dan penuh dengan permasalahan remaja, klop banget kan ?!

 

TAKE THE BRIGHT SIDE

 

Walau diremehkan kayak gimanapun, teenlit tetap punya penggemar sendiri. Teenlit udah identik dengan “gue banget !!” bagi banyak remaja. Gara-gara teenlit, remaja mulai banyak yang suka baca. Membaca sudah menjadi gaya hidup tersendiri buat remaja. Kalo nggak percaya, tengok saja berapa banyak buku teenlit yang diserbu oleh para penggemarnya. Dealova misalnya. Teenlit yang sudah dijadiin film ini sudah terjual lebih dari tiga puluh ribu kopi dan sudah masuk cetakan kelima. Jomblo (yang sebenernya bisa juga dikategorikan sebagai ladlit) juga udah terjual lebih dari 75.000 kopi. Buat industri buku Indonesia, jumlah ini sudah termasuk gede. Makanya, sekarang penerbit-penerbit buku berlomba-lomba nerbitin buku-buku teenlit ini. Jadinya, sekarang mereka banyak nyari penulis-penulis yang punya naskah bagus.

Penerbit Gagas Media yang memang menspesialisasikan diri dalam buku – buku populer semacam teenlit ini sampe-sampe berani ngasih semacam beasiswa bagi penulis-penulis pemula untuk ikutan semacam pelatihan menulis cerita. Ini karena mereka kesulitan nyari penulis buku. Awalnya, sebagian besar penulis mereka adalah teman-teman sepergaulan. Mereka datang dengan membawa naskah yang sudah jadi atau justru menulisnya karena dukungan teman-teman mereka di Gagas Media. Jika isinya menarik, akan dibawa ke rapat redaksi.

Penerbit Gramedia memiliki cerita lain. “Setiap hari kami dihujani kiriman-kiriman naskah cerita,” tutur Anastasia Mustika, chief editor bagian fiksi Gramedia. “Tapi kami memang sangat selektif, demi menjaga kualitas buku,” katanya lagi.

Buat Anastasia yang telah bekerja selama 13 tahun di Gramedia, tingginya inisiatif para penulis amatir tersebut adalah sebuah perkembangan yang menggembirakan. ”Jumlah naskah cerita yang dikirim ke Gramedia tidak pernah sebesar ini sebelumnya,” ujarnya. Menurutnya, ini menandakan bahwa minat menulis masyarakat kita sudah semakin tinggi.

Menurut tim redaksi fiksi Gramedia, chicklit dan teenlit memberikan kontribusi cukup besar dalam peningkatan minat menulis tersebut. ”Dengan lahirnya chicklit dan teenlit, masyarakat ngerasa bahwa untuk menjadi penulis, tidak harus selalu tentang tema yang berat dan nyastra,” jelas Siska.

Itu semua menunjukkan bahwa menulis adalah tren baru di kalangan remaja. Yang paling sederhana dan populer adalah diary dan blog yang akhir-akhir ini juga booming. Berbagai media juga sudah tersedia untuk menulis. Bahkan penerbit-penerbit juga dengan senang hati menerima naskah-naskah para remaja, tentunya dengan syarat tertentu. So, apalagi yang kamu tunggu ? cobalah tulis karyamu sendiri. malu ? takut diketawain ? cuek aja lagi. Buat karyamu sendiri sesuai imajinasi kamu dan pengalaman kamu sendiri atau mungkin pengalaman teman-teman kamu. Kalo kamu sering-sering berlatih, kamu pasti bisa. Kalo perlu, bikin club tulis bersama teman-teman kamu. Bisa jadi lebih menyenangkan dan rame kan ?? Kalau temen-temen kamu yang lain aja udah bisa bikin buku yang jadi bestseller, kenapa kamu nggak bisa ? siapa tahu naskah kamu memang bagus dan jadi bestseller juga. Kamu bisa dapet uang tambahan sendiri, terkenal, dan sapa tau karya kamu ntar dibuat film. wahh, pasti seru khan ? bisa-bisa kamu jadi seleb baru donk…. 😀

 

 

(FEKOP; dari berbagai sumber)

Posted in Apresiasi & Resensi | Leave a Comment »